Gurita 12,69's Fan Box

Gurita 12,69 on Facebook

Senin, 22 Februari 2010

DEPRESI PEJUANG 2


Ketika temaram senja merambat pelan di ujung lembayung.
Engkau rangkai asa yang menggumpal dikedalaman jiwa mu.
Bayu yang bertiup pelan terasa bagaikan taufan.
Memporak-porandakan apa yang telah tersusun rapi di benak mu.

Engkau sekarat.
Dan merasakan dunia ini gelap gulita.
Keramaian terasa sunyi.

Engkau mulai mendesah.
Engkau terus resah.
Sekujur tubuh mu akhirnya berdarah.

Sendiri engkau berjalan ditengah kebisingan.
Engkau lihat berjuta macam kesibukan.
Tapi.....tak ada yang mau menatap diri mu yang sekarat dalam pertempuran.

Hai.....!!!!
Engkau seorang Pejuang...!!!!!
Engkau harus tahan terhadap dentuman dan rentetan nestapa dunia.
Hingga obsesi mu terangkul dan menebarkan aroma kedamaian di belantara kota yang hingar bingar.


Bangkinang, 26 April 2002.

DEPRESI PEJUANG 1


Siang yang berdebu engkau duduk diantara ribuan orang yang sibuk.
Angin yang berhembus membawa butiran debu menyebabkan mata mu perih.
Sementara pakaian yang engkau kenakan telah diselimuti debu.
Sama seperti pikiran mu yang menerawang diantara kepingan dan reruntuhan bangunan diselimuti kabut pekat.
Kusut masai.
Bingung....
Betapa banyak kedukaan dihatimu.
Hingga membuat kepala mu tertunduk dalam ketidak-berdayaan.
Bagai sebuah kursi tua yang tergendeng lemah.

Malam-malam gelap engkau selalu terjaga bersama selaksa hati yang terus berontak.
Ketika siang datang, kebencian akan berkabutnya perjalanan membuat engkau dikerubungi setan-setan yang memberikan air beracun kepada mu.

Sering kali engkau terbang bersama jiwa dan mengembara hingga ke suatu masa.

Ach....nyamuk-nyamuk yang mengganggu.
Padahal engkau lagi merangkai bunga.
Yang akan engkau berikan kepada Matahari.
Yang selalu menuntun mu ketempat sunyi, bercinta bersama asa.
Dan engkau bukan bermimpi.
Engkau lagi terjaga bersama serigala malam yang mencari mangsa.

Engkau seorang Pejuang.....!!!!!
Bangkitlah dan teruskan perjuanganmu untuk menghancurkan benteng keangkuhan yang di tata dari mutu-manikam ketidak-jujuran dan kecurangan.



Bangkinang, 26 April 2002.

Minggu, 21 Februari 2010

AKU TELAH MATI


Basahi-lah bumi dengan airmata mu.
Bila itu kau anggap suatu kebajikan.
Walau engkau akan menenggelamkan dunia, semua itu tak akan mampu mengembalikan aku.
Petir yang telah engkau tembakan.
Membuat hati ku hangus terbakar.
Untuk memastikan aku telah tiada.
Ciumi-lah belulang ku.
"Aku telah mati muda"
Kematian ku tidak berarti apa-apa bagi percaturan dunia yang telah terbenam ini.

Engkau lihat asap itu...!!!
Membubung tinggi ke angkasa.
Membawa roh ku kembali ke Kerajaan Abadi.
Tinggi, tinggi dan semakin tinggi meninggalkan bumi.
Bumi yang telah tenggelam dalam keangkara-murkaan, kesombongan dan kelobaan.

Ketika airmata mu mengalir dipipi mu yang mulus.
Saat itu pula telah lenyap budi dan kasih sayang yang menghadirkan kemesraan.

Di sini, diatas awan ku untai kata mutiara.
Ku rangkai syair tentang cinta yang tak pernah sampai ke bumi.
Sebab aku tinggal di Kerajaan Awan.
Jika engkau membaca gubahan ku.
Berarti engkau telah mati akibat kekeringan airmata.
Air mata yang kau jadikan perisai untuk menebus kesalahan mu.



Telayap, 18-02-2002

Selasa, 16 Februari 2010

SUMUR KEBERSAMAAN


Malam ini aku lagi merangkai Bunga Mawar yang di petik dari Taman Sang Raja.
Akan ku persembahkan untuk Matahari.
Biar tangan ku tertusuk dan berdarah.
Aku tetap akan merangkai bunga.
Terus dan terus.
Seperti Matahari yang tak pernah lelah memberikan cahaya kehidupan.
Cahaya nya yang terang mampu membakar selaksa jiwa ku yang telah mati.
Hingga aku hidup didalam kehidupan yang penuh dengan mimpi dan ilusi

Kesendirian selalu menemani hingga aku  tertidur dalam kelelahan.
Namun.................masih ada kekasih ku.
Dewi matahari yang pancarkan cahaya kedamaian.
Seperti damainya aku yang terlahir didalam Taman Sang Raja.

Salahkah bila bunga mawar yang aku pilih?????
Padahal ribuan bahkan jutaan jenis bunga berserakan dibelukar dunia.
Tidak!!!!!
Bunga Mawar pantas untuk Matahari...!!!!!

Seekor kupu-kupu terbang ditengah kemelut perang.
Bagai seekor kupu-kupu besi.
Perang antara dua jiwa yang akan teriak kan kata "Merdeka".

"Aku Pejuang"
Seorang pejuang tak akan pernah menyerah hingga kematian menghunus pedang.

Namun di dunia ini banyak pejuang-pejuang.
Apakah itu engkau???
Engkau, engkau dan engkau atau engkau?????
Tapi.....jangan tertawa dulu sebab perjuangan mu mungkin semu.
Perjuangan bukan untuk membuat Istana Megah dari kaca.
Tapi menggali sumur kebersamaan hingga dingin air memberikan kedamaian.
Sedamai bunga mawar yang disiram embun pagi.
Dan selembut kasih Matahari yang memberikan cahaya kehidupan.



Bangkinang, 26 April 2002

Sabtu, 13 Februari 2010

KENCINGI AKU BUNDA


Kencingi aku Bunda, agar aku terjaga dari tidur lelah ku.
Sebab tidur ku merupakan kesempatan bagi setan-setan merayu manusia menjadi badut.
Setan-setan akan berhenti merayu jika semua manusia sudah menjadi badut.
Badut-badut yang akan membuat keonaran dalam Kerajaan Manusia.
Badut-badut yang lupa dengan hakikat dan kodrat ke-manusiaan-nya.
Bunda harus tahu, setan-setan hanya mampu dilumpuhkan dengan air kencing.

Anak mu Bunda, selalu terjaga jika jangkrik malam berderik.
Lima puluh tujuh tahun sudah anak mu berjaga bersama rembulan dan matahari.
Kini kelelahan mengecup lembut bola mata anak mu ini.

Kencingi aku Bunda, agar aku terjaga dari tidur lelah ku.
Sebab tidur ku merupakan kesia-siaan.
Yang akan membiarkan badut-badut mematahkan tradisi kebersamaan.
Badut-badut yang lupa akan hakikat kehidupannya.
Bunda harus tahu mereka hanya mampu dimusnahkan dengan air kencing.

Kencingi aku Bunda, agar aku terjaga dari tidur ku.
Sebab jika aku terbangun dari tidur lelah ku.
Aku akan mengencingi badut-badut yang telah berubah menjadi setan-setan.
Dan aku juga akan mengencingi Kerajaan Setan yang dihuni oleh badut-badut.
Badut-badut yang telah membunuh perjuangan jangkrik-jangrik malam yang berderik.

Jangkrik-jangkrik malam yang menjadi teman anak mu bersama-sama dengan rembulan dan matahari untuk menjaga Kerajaan Manusia selama gaung kemerdekaan berkumandang.



Pangkalan Kerinci, Februari 2002 (Naskah Asli)

Minggu, 17 Januari 2010

T I D U R

Aku lahir ke dunia ketika bulan lagi tidur.
Tidur bersama bintang-bintang di awan.
Menunggu mentari berlari mengejar malam.

Sekarang aku lagi tidur-tiduran di atas ayunan.
Yang ku ikat di dinding terjal pegunungan.
Angin lembah yang bertiup membuat ku terlelap.

Tangan kanan ku menggenggam sebuah jam antik.
Tangan kiri ku memegang sebilah pedang.
Jam antik yang akan membangunkan aku dengan gema lonceng nya.
Yang langsung mengetuk relung jiwa.
Jika aku terbangun.
Aku akan melangkah melewati tebing-tebing curam.
Pergi jauh mengembara dengan menggenggam pedang.
Yang ku asah pada embun pagi yang menempel di dedaunan kering.
Dengan pedang ini aku merasa berani menatap gerbang kematian.
Kematian yang merupakan tidur panjang.

Sebelum kematian memanggilku.
Ku torehkan mata pedang pada bebatuan rekah.
Ku ukir puisi-puisi indah.
Yang syairnya akan menebar aroma kedamaian.
Sedamai matahari yang memeluk bumi dan rembulan yang mencumbui bintang-bintang.

Sebelum aku tidur di rahim bumi.
Tatap lah mata ku.
Ada lukisan laut yang berubah menjadi gunung.

Ketika tangan ku sedang memainkan pedang.
Bongkahan batu di dasar hati ku mencair.
Cairannya akan ku siram untuk kasih yang ditebarkan di bumi.
Sebelum bumi tidur.
Sebelum matahari tidur.
Sebelum rembulan tidur bersama bintang.
Sebelum aku tidur di rahim bumi.


(Pangkalan Kerinci, Januari 2002)

TERBANG MENGEMBARA

Sebentar lagi air akan mencurah dari langit.
Ada pertanda, lewat lambaian pucuk-pucuk kelapa.
Gesekan nya terdengar riuh membahana.
Kilatan kilat terlihat sempurna.
Dengarlah.....dengarlah....gemuruhnya terdengar di genteng.
Menangislah...menangislah.
Ungkapkan lah kesedihanmu pada Sang Pencipta tatkala hujan memeluk bumi.
Setelah tangisan mu terhenti.
Sematkan lah Pin Burung Garuda di dada kanan mu.
Terbanglah....terbanglah kemana kau suka.
Sebab engkau berhak menikmati kemerdekaan di Negara mu.

(RIAU, 16-06-2003...........04-11-2009)

RAKSASA ANGKARA MURKA

Seringaimu mengerikan.
Mengingatkan pada cerita Legenda Nenek Gergasi.
Yang selalu di dongengkan oleh Bundaku ketika malam mencumbui rembulan.

Engkau merubah dirimu menjadi Raksasa Angkara Murka.
Sinar matamu mengisyaratkan kebencian yang mendalam.

Aku tahu, zaman telah merubahmu menjadi monster menakutkan.
Tekanan kehidupan yang membuat dirimu membenci kepura-puraan.
"Itu Munafik..!!!", kata mu.

Lalu ketika semua orang turun kejalan.
Engkau ambil tongkat komando untuk melakukan Revolusi.
Engkau runtuhkan tembok kesombongan para Kapitalis yang telah menepikan mu.
Engkau bakar istana-istana emas yang di bangun dari pundi-pundi korupsi yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat negeri.
Engkau usung keranda Perlawanan Tirani.
Engkau teriakan slogan-slogan penuh bukti yang tentu saja bukan janji-janji.

Aku tahu niat mu suci.
Tapi yang ku minta dari mu, "Janganlah menjadi Raksasa Angkara Murka".
"Jadi lah Raja Adil bagi Negeri".

Dibalik aksi suci mu, Kami selalu berada di belakangmu memberikan suntikan moralisasi agar jangan engkau malah berbalik menjadi "Raksasa Tanpa Peduli"

Riau, 20-09-2002....................05-12-2009.

TELANJANGI KEPEDIHAN

Ratapan ketidakpastian
Gelap yang temaram
Senandung ketidakmengertian
Kabut ketidaksadaran
Mahligai yang diidamkan
Hasrat yang terpendam
Kedigdayaan yang mumpuni
Tuhan yang menguji
Badai nestapa yang menggayut
Jerit Kepedihan
Tawa Kegalauan

Tawa itu terdengar seperti jerit kepiluan
Dan tangisan itu semakin menyayat relung hati
Pena tak lagi bisa menari
Pikiran terbius benda menyiksa
Terduduk dalam resah
Menggelepar tak berdaya
Tak mengerti mengapa terjadi
Kebingungan yang membeku

Kasih sayang kini berubah bersama perjalanan waktu yang lelah
Selaksa hati pedih
Airmata tak mampu menjawab arti apa yang terjadi
Tirai kerinduan terkoyak
Pelabuhan telah mengecil
Badai menghantam buritan
Kemudi patah kendali
Tak mampu menembus kabut menggapai kebahagiaan

Burung-burung terbang mengangkasa
Desah nafas mengepak sengau
Tikaman kehidupan bak panah menghujam hulu hati
Perih tak terperihkan

Pesona kembang seruni
Membutakan mata hati
Berjalan tertatih-tatih dibalik resah yang membuncah
Menembus pekat malam disertai lambaian Selamat Tinggal

Nafsu menggelora dalam jiwa
Roh-roh yang tak terpuaskan
Mimpi-mimpi menakutkan tak lagi dihiraukan
Berlomba bersama detik waktu
Telanjangi Kepedihan

(Riau, 2003..................2010)

REINKARNASI

Ketika aku berdiri di atas karang lautan.
Deburan ombak memercik dan membelai lembut sepasang kaki ku yang terbungkus salju.
Kristal mataku menatap tajam kedalaman lautan yang penuh dengan gejolak.
Menembus batas ketidak mengertian.
Dengan gerakan pelan dalam kepastian.
Wajah resahku bergerak menatap halimun di angkasa yang mengambang.

Seekor camar laut menukik lalu menyambar seekor ikan.
Tunjukkan kebolehan nya mengatasi kehidupan.
Kekaguman bersenandung dalam gelap hatiku.
Jasadku bergetar..................
.......................
Rohku terpaku....................................................
Lalu.............raga ku bermetamorfosa dan keajaiban terjadi.
Dari tubuh ringkih ku keluarlah sepasang sayap lembut yang kokoh dan kaki lunglai ku berubah memiliki cakar yang indah.
Dan yang pasti aku akhirnya menjadi "Seekor Camar".
Aku akhirnya mencoba untuk mengepakkan sayap indahku.
Sejenak tubuh mungil ku melambung.....naik....naik....tinggi....tinggi..... dan akhirnya terbang mengitari panorama lautan nan teduh.
Jiwa Camar telah aku miliki.
Aku terbang berpetualang melewati karang-karang kokoh, samudera yang membentang, dan menembus awan lembut yang membelai tubuhku.
Aku terbuai dalam damai.

Sendiri ku arungi perjalanan penuh makna kehidupan yang di bungkus bingkai waktu.
Ketika aku ingin menikmati kerimbunan belantara.....mencoba untuk lepas dari hamparan kesia-siaan.
Segerombolan pemburu liar lepaskan tembakan.
Peluru nya melesat bak halilintar menembus hulu hatiku.
Sejenak tubuhku menggelepar, dan akhirnya tubuh tercabik ku lemah dan jatuh dihelaian daun-daun tua yang berserakan.
Sayup-sayup telingaku mendengar tawa penuh kemenangan dengan sukacita yang lantang terlepas dari rongga tenggorokan para pemburu kepuasan.
Menikmati kesenangan dan kebahagiaan disela tersengalnya nafasku.
Darah mengalir dari luka hatiku.
Membasahi sekujur tubuhku.
Yang terkapar dalam ketidak-berdayaan
Aku mencoba bertahan, serta berharap mukjizat menyelimuti kepiluan ku.
Dan tak terasa kemudian tubuh ku berubah wujud seperti semula.
Kini aku jadi manusia lagi yang akan menjalani siklus kehidupan dengan sebuah kata mujarab yang ku petik dari hati sang camar yang malang.
"No Problem".

Yogyakarta, ....................2000